which is more important for your organization?


ShoutMix chat widget

keeping the potential....


Hubungan Kerja, Romantisme atau Realisme ?
(Ilustrasi dikutip dari HRD forum oleh Arbono Lasmahadi)
Hari itu Jum'at sore, saat jam dinding belum genap menunjukan Pukul 16.00 WIB. Hardi, seorang Manajer Keuangan terlihat meninggalkan ruang kerja atasannya, Reinhard, Direktur Keuangan dan Pengawasan. Hardi dan Reinhard baru saja menyelesaikan pertemuan empat mata diantara mereka, yang dimulai sekitar Pukul 14.00 WIB. Hardi tampak tidak gembira. Air mukanya menunjukan kegalauan dan kesedihan. Dia tidak mampu menyembunyikan kegalauan dan kesedihannya, yang selama ini mungkin mampu ia lakukan di hadapan anggota timnya. Hardi yang selama ini dikenal sebagai seorang yang periang dan banyak canda. Sore itu dia tak tampil seperti biasanya. Tak sepatah kata-pun yang keluar dari mulutnya. Biasanya, selepas pertemuan manajemen atau pertemuan pertemuan penting lainnya, Hardi selalu berbagi cerita dengan anggota tim-nya, sejauh informasi yang disampaikannya tidak bersifat rahasia atau belum boleh menjadi konsumsi umum. Sore itu, ia langsung masuk ke ruang kerjanya dan mengurung diri rapat-rapat di dalamnya. Bahkan pertemuan dengan anggota timnya yang biasa dia lakukan di akhir minggu, dia batalkan sepihak, tanpa penjelasan lebih lanjut.
Sore itu Hardi baru saja mendapatkan informasi dari atasannya tentang "rencana perceraian" dari pihak perusahaan tempatnya bekerja saat ini kepada dirinya. Karena reorganisasi yang terjadi di perusahaan, posisi yang selama ini dia pegang akan dihilangkan. "Kisah kasih" yang dibangunnya bersama dengan perusahaan selama 19 tahun, harus diakhiri dengan kesedihan, dan seolah sirna disapu badai krisis keuangan perusahaan. Loyalitas yang selama ini menjadi senjata ampuh baginya untuk bertahan di perusahaan, ternyata saat ini tak lebih dari sebuah busur panah, tanpa anak panah. Loyalitasnya ternyata juga tak mampu lagi menyelamatkannya saat berhadapan dengan realitas bisnis saat ini. Hardi seperti tersentak dari mimpi-mimpi indah yang menemani tidurnya selama ini. Mimpi indah untuk mengakhiri karirnya di saat masa pensiun tiba. Namun untung tak dapat diraih, dan malang tak dapat ditolak. Hardi harus mengakhiri karirnya di usia 50 tahun. Hanya 5 tahun menjelang akhir dari masa baktinya. Peristiwa ini seperti sebuah pukulan telak yang telah membuatnya terhuyung-huyung.
Krisis keuangan yang mendera perusahaan Elektronik tempat Hardi bekerja, telah membuat perusahaan mengambil langkah efisiensi, yang salah satunya adalah melalui pengurangan sejumlah karyawan. Pengurangan tersebut terjadi baik di fungsi Operasional , maupun Pendukung.. Sejumlah unit produksi untuk produk-produk ekspor tertentu terpaksa harus dihentikan, karena menurunnya secara drastis permintaan dari para pelanggan. Akibatnya fungsi-fungsi pendukung yang ada di unit-unit tersebut juga terkena imbas dari penghentian operasional unit-unit tersebut, dan Hardi menjadi bagian dari proses tersebut.
Saat bertemu dengan Reinhard, Hardi sempat mempertanyakan alasan pemilihan dirinya sebagai salah satu manajer yang masuk dalam daftar karyawan yang harus menerima "perceraian" dari perusahaan. Dia juga coba memohon kepada Reinhard agar loyalitasnya selama bekerja hampir 20 tahun di perusahaan dipertimbangkan sebagai faktor yang dapat mengeluarkannya dari daftar karyawan yang terkena PHK. Secara terbuka Reinhard mengucapkan terima kasih atas dedikasi dan loyalitas yang telah ditunjukkan oleh Hardi kepada perusahaan. Namun demikian keputusan perusahaan untuk memasukkan namanya dalam daftar karyawan yang terkena imbas, tidak dapat dihindarkan.

The Travelling RED BAG says:
Dalam hal ini tentu saja dapat terlihat bahwa loyalitas Hardi dalam bekerja terhadap perusahaan selama belasan tahun tidak dapat menjadi penjamin bagi dirinya untuk tidak mengalami ‘perceraian’ dari perusahaan. Jangka waktu atau lamanya bekerja tidak dapat menjadi tolak ukur dalam penentuan baik buruknya performa seseorang. Kinerja dan skill yang dimiliki oleh karyawan menjadi hal yang penting untuk menentukan seberapa tinggi tingkat performa dan kesuksesan karyawan dalam proses jenjang karir selama bekerja di perusahaan. Dalam kasus tersebut penentuan daftar karyawan yang terkena PHK bukan atas dasar lamanya bekerja namun tentunya berdasarkan atas performa karyawan selama berada di dalam organisasi. Yang berasal evaluasi kinerja karyawan berdasarkan performance appraisal yang diterbitkan secara periodik oleh atasan kepada karyawan. Dengan adanya krisis keuangan yang sedang melanda perusahaan, tentu saja mereka akan melakukan efisiensi dengan mempertahankan karyawan potensial. Karena karyawan potensial inilah yang akan dapat membantu menarik keluar perusahaan dari krisis.
Keberhasilan perusahaan secara berkelanjutan sangat ditentukan sejauh mana mereka mengelola karyawan potensial (talent management). Sayangnya, masih banyak perusahaan yang memandang enteng masalah ini.
Bagi perusahaan macam Citibank, Caltex, Unilever, Astra International, BCA, Bank Niaga, dan Telkom, yang sering menjadi sumber utama pasokan manajer dan eksekutif di Indonesia, manajemen karyawan potensial menjadi sangat kritikal untuk mempertahankan kinerja perusahaan. Betapa tidak. Dalam periode setahun saja, 5-6 karyawan potensial mereka bisa pindah kerja atau dibajak oleh perusahaan lain. Bayangkan bila hal itu terjadi untuk satu bagian tertentu saja. Alamat operasional perusahaan menjadi lumpuh. "Hal semacam ini jelas tidak mereka inginkan," tukas Irham Dilmy, Managing Partner Amrop Hever Indonesia, sebuah perusahaan executive search global.
Riset Watson Wyatt dengan judul Human Capital Index memberikan bukti betapa perusahaan yang memiliki manajemen manusia berkualitas menghasilkan kinerja jauh berlipat kali dibandingkan perusahaan dengan manajemen manusia rata-rata. Riset ini dilakukan terhadap lebih dari 750 perusahaan publik terkemuka di Amerika, Canada, dan Eropa dengan pendapatan atau nilai perusahaan minimum US0 juta. Riset ini menunjukkan, perusahaan dengan manajemen modal manusia lebih baik berhasil mencatatkan pertumbuhan kinerja laba lebih dari 3 kali lipat dalam periode lebih dari 5 tahun berturut-turut dibandingkan perusahaan dengan manajemen modal manusia standar. Dan, esensi utama dari manajemen modal manusia itu, adalah manajemen karyawan potensial (talent).
Proses pemikiran diatas sebisa mungkin dijelaskan perusahaan kepada Hardi secara sebaik mungkin tanpa bermaksud untuk menyinggung Hardi yang selama ini merasa dirinya merupakan karyawan yang loyal. Hal ini menjadi PR bagi perusahaan untuk memikirkan bagaimana tetap melakukan pengurangan karyawan tanpa memperburuk keadaan dengan hubungan yang tidak enak.


Long live the travelling RED BAG!!!

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Click to view my Personality Profile page

Cari Blog Ini