which is more important for your organization?


ShoutMix chat widget

big or small,which is much better?

Dalam suatu pembicaraan dengan dosen saya muncul pembicaraan mengenai hubungan antara organisasi dengan konsumen atau klien .Dalam beberapa kasus,,terutama konsultan organisasi, pelayanan atau hasil solusi yang diberikan organisasi kurang mendalam. hasilnya hanya sebatas tampak luar, sehingga implementasi atas hasil tersebut tidak jelas wujudnya.. Hal ini disebabkan oleh ukuran organisasi yang semakin besar sehingga menyebabkan semakin banyak karyawan formalisasi dan prosedur yang semakin ribet sehingga kurang memperhatikan kesempurnaan  dan kelengkapan informasi soal solusi yang diberikan . Menurut dosen saya tersebut lebih baik sebuah organisasi konsultan beukuran kecil, yaitu dalam artian jumlah pekerja sedikit namun berbentuk learning organization. sehingga proyek yang dilaksanakan lebih sedikit namun mendalam dan lengkap.
organizational stages of life cycle development (Daft)

    1. Entrepreneurial stage
    2. Collectivity stage-develop clear goals and direction
    3. Formalization stage-instalation of rules,procedures and control system
    4. Elaboration stage – development of teamwork
Saat organisasi mencapai besar, terutama mencapai tahap formalisasi maka akan sulit untuk memperoleh hubungan yang dengan klien. pembentukan hubungan yang terjalin kurang mendalam dikarenakan banyaknya klien dan prosedur – prosedur yang ada di dalamnya.
 Jadi,,menurut anda apakah sebuah organisasi konsultan memang lebih baik berukurab kecil namun mendalam atau besar namun berkembangan lebih pesat?? 


Ling live the travelling RED BAG!!



keeping the potential....


Hubungan Kerja, Romantisme atau Realisme ?
(Ilustrasi dikutip dari HRD forum oleh Arbono Lasmahadi)
Hari itu Jum'at sore, saat jam dinding belum genap menunjukan Pukul 16.00 WIB. Hardi, seorang Manajer Keuangan terlihat meninggalkan ruang kerja atasannya, Reinhard, Direktur Keuangan dan Pengawasan. Hardi dan Reinhard baru saja menyelesaikan pertemuan empat mata diantara mereka, yang dimulai sekitar Pukul 14.00 WIB. Hardi tampak tidak gembira. Air mukanya menunjukan kegalauan dan kesedihan. Dia tidak mampu menyembunyikan kegalauan dan kesedihannya, yang selama ini mungkin mampu ia lakukan di hadapan anggota timnya. Hardi yang selama ini dikenal sebagai seorang yang periang dan banyak canda. Sore itu dia tak tampil seperti biasanya. Tak sepatah kata-pun yang keluar dari mulutnya. Biasanya, selepas pertemuan manajemen atau pertemuan pertemuan penting lainnya, Hardi selalu berbagi cerita dengan anggota tim-nya, sejauh informasi yang disampaikannya tidak bersifat rahasia atau belum boleh menjadi konsumsi umum. Sore itu, ia langsung masuk ke ruang kerjanya dan mengurung diri rapat-rapat di dalamnya. Bahkan pertemuan dengan anggota timnya yang biasa dia lakukan di akhir minggu, dia batalkan sepihak, tanpa penjelasan lebih lanjut.
Sore itu Hardi baru saja mendapatkan informasi dari atasannya tentang "rencana perceraian" dari pihak perusahaan tempatnya bekerja saat ini kepada dirinya. Karena reorganisasi yang terjadi di perusahaan, posisi yang selama ini dia pegang akan dihilangkan. "Kisah kasih" yang dibangunnya bersama dengan perusahaan selama 19 tahun, harus diakhiri dengan kesedihan, dan seolah sirna disapu badai krisis keuangan perusahaan. Loyalitas yang selama ini menjadi senjata ampuh baginya untuk bertahan di perusahaan, ternyata saat ini tak lebih dari sebuah busur panah, tanpa anak panah. Loyalitasnya ternyata juga tak mampu lagi menyelamatkannya saat berhadapan dengan realitas bisnis saat ini. Hardi seperti tersentak dari mimpi-mimpi indah yang menemani tidurnya selama ini. Mimpi indah untuk mengakhiri karirnya di saat masa pensiun tiba. Namun untung tak dapat diraih, dan malang tak dapat ditolak. Hardi harus mengakhiri karirnya di usia 50 tahun. Hanya 5 tahun menjelang akhir dari masa baktinya. Peristiwa ini seperti sebuah pukulan telak yang telah membuatnya terhuyung-huyung.
Krisis keuangan yang mendera perusahaan Elektronik tempat Hardi bekerja, telah membuat perusahaan mengambil langkah efisiensi, yang salah satunya adalah melalui pengurangan sejumlah karyawan. Pengurangan tersebut terjadi baik di fungsi Operasional , maupun Pendukung.. Sejumlah unit produksi untuk produk-produk ekspor tertentu terpaksa harus dihentikan, karena menurunnya secara drastis permintaan dari para pelanggan. Akibatnya fungsi-fungsi pendukung yang ada di unit-unit tersebut juga terkena imbas dari penghentian operasional unit-unit tersebut, dan Hardi menjadi bagian dari proses tersebut.
Saat bertemu dengan Reinhard, Hardi sempat mempertanyakan alasan pemilihan dirinya sebagai salah satu manajer yang masuk dalam daftar karyawan yang harus menerima "perceraian" dari perusahaan. Dia juga coba memohon kepada Reinhard agar loyalitasnya selama bekerja hampir 20 tahun di perusahaan dipertimbangkan sebagai faktor yang dapat mengeluarkannya dari daftar karyawan yang terkena PHK. Secara terbuka Reinhard mengucapkan terima kasih atas dedikasi dan loyalitas yang telah ditunjukkan oleh Hardi kepada perusahaan. Namun demikian keputusan perusahaan untuk memasukkan namanya dalam daftar karyawan yang terkena imbas, tidak dapat dihindarkan.

The Travelling RED BAG says:
Dalam hal ini tentu saja dapat terlihat bahwa loyalitas Hardi dalam bekerja terhadap perusahaan selama belasan tahun tidak dapat menjadi penjamin bagi dirinya untuk tidak mengalami ‘perceraian’ dari perusahaan. Jangka waktu atau lamanya bekerja tidak dapat menjadi tolak ukur dalam penentuan baik buruknya performa seseorang. Kinerja dan skill yang dimiliki oleh karyawan menjadi hal yang penting untuk menentukan seberapa tinggi tingkat performa dan kesuksesan karyawan dalam proses jenjang karir selama bekerja di perusahaan. Dalam kasus tersebut penentuan daftar karyawan yang terkena PHK bukan atas dasar lamanya bekerja namun tentunya berdasarkan atas performa karyawan selama berada di dalam organisasi. Yang berasal evaluasi kinerja karyawan berdasarkan performance appraisal yang diterbitkan secara periodik oleh atasan kepada karyawan. Dengan adanya krisis keuangan yang sedang melanda perusahaan, tentu saja mereka akan melakukan efisiensi dengan mempertahankan karyawan potensial. Karena karyawan potensial inilah yang akan dapat membantu menarik keluar perusahaan dari krisis.
Keberhasilan perusahaan secara berkelanjutan sangat ditentukan sejauh mana mereka mengelola karyawan potensial (talent management). Sayangnya, masih banyak perusahaan yang memandang enteng masalah ini.
Bagi perusahaan macam Citibank, Caltex, Unilever, Astra International, BCA, Bank Niaga, dan Telkom, yang sering menjadi sumber utama pasokan manajer dan eksekutif di Indonesia, manajemen karyawan potensial menjadi sangat kritikal untuk mempertahankan kinerja perusahaan. Betapa tidak. Dalam periode setahun saja, 5-6 karyawan potensial mereka bisa pindah kerja atau dibajak oleh perusahaan lain. Bayangkan bila hal itu terjadi untuk satu bagian tertentu saja. Alamat operasional perusahaan menjadi lumpuh. "Hal semacam ini jelas tidak mereka inginkan," tukas Irham Dilmy, Managing Partner Amrop Hever Indonesia, sebuah perusahaan executive search global.
Riset Watson Wyatt dengan judul Human Capital Index memberikan bukti betapa perusahaan yang memiliki manajemen manusia berkualitas menghasilkan kinerja jauh berlipat kali dibandingkan perusahaan dengan manajemen manusia rata-rata. Riset ini dilakukan terhadap lebih dari 750 perusahaan publik terkemuka di Amerika, Canada, dan Eropa dengan pendapatan atau nilai perusahaan minimum US0 juta. Riset ini menunjukkan, perusahaan dengan manajemen modal manusia lebih baik berhasil mencatatkan pertumbuhan kinerja laba lebih dari 3 kali lipat dalam periode lebih dari 5 tahun berturut-turut dibandingkan perusahaan dengan manajemen modal manusia standar. Dan, esensi utama dari manajemen modal manusia itu, adalah manajemen karyawan potensial (talent).
Proses pemikiran diatas sebisa mungkin dijelaskan perusahaan kepada Hardi secara sebaik mungkin tanpa bermaksud untuk menyinggung Hardi yang selama ini merasa dirinya merupakan karyawan yang loyal. Hal ini menjadi PR bagi perusahaan untuk memikirkan bagaimana tetap melakukan pengurangan karyawan tanpa memperburuk keadaan dengan hubungan yang tidak enak.


Long live the travelling RED BAG!!!

Employee Engagement+Branding=high organization performance (continued...)

Employee Engagement
Employee engagement, a term coined by the Gallup Research group, seems to be attractive for at least two reasons. Employee engagement has been shown to have a statistical relationship with productivity, profitability, employee retention, safety, and customer satisfaction (Buckingham & Coffman, 1999; Coffman & Gonzalez-Molina, 2002). Similar relationships have not been shown for most traditional organizational constructs such as job satisfaction (Fisher & Locke, 1992). In addition, the items used in employee engagement surveys measure aspects of the workplace that are under the control of the local manager.
The term employee engagement, in its present usage, was coined by the Gallup Organization, as a result of 25 years of interviewing and surveying employees and managers. Their intent was to create a measure of workplaces that could be used for comparisons. Their research has been published in books, practitioner magazines, academic journals and on websites. In First, Breakall the Rules, the original book coming out of the Gallup research, Buckingham & Coffman (1999) report that Gallup spent years refining a set of employee opinion questions that are related to organizational outcomes. The statistically derived items, called the Gallup Workplace Audit (GWA), that measure employee engagement are related to productivity, profitability, employee retention and customer service at the business unit level (hospital, hotel, factory, etc.). They report that employees who score high on the questions are "emotionally engaged" in the work and the organization. (see Appendix A for the questions.)
The world's top-performing organizations understand that employee engagement is a force that drives performance outcomes. In the best organizations, engagement is more than a human resources initiative -- it is a strategic foundation for the way they do business.
Research by Gallup and others shows that engaged employees are more productive. They are more profitable, more customer-focused, safer, and more likely to withstand temptations to leave. The best-performing companies know that an employee engagement improvement strategy linked to the achievement of corporate goals will help them win in the marketplace.

long live the travelling RED BAG!!!

Employee Engagement+Branding=high organization performance

Dulunya organisasi dalam mengevaluasi kinerja mereka sangat bergantung pada penilaian secara faktor keuangan, sekarang ini faktor human capital menjadi sangat penting sebagai faktor-faktor penting yang memprediksikan perilaku karyawan dan kinerjanya.  organisasi dapat mencapai kinerja yang diharapkan serta memiliki keunggulan kompetitif adalah ketika orang didalamnya melakukan apa yang terbaik dari mereka, apa yang mereka senangi serta kuatnya faktor kepemilikan secara psikologis dalam melaksanakan dan memberi hasil pada pekerjaan mereka. Pemahaman karyawan terhadap hubungan pekerjaannya dengan strategi perusahaan secara umum memiliki dampak yang positif terhadap kinerja pekerjaan(job performance).
Saat ini pembahasan mengenai employee engagement dan employment branding menjadi perbincangan menarik bagi akademisi dan praktisi organisasi. Hal ini deisebabkan besarnya kekuatan employee engagement dan employment branding terhadap produktivitas dan kinerja organisasi.  Konsep employee engagement dan employment branding menjadi penting dalam mengkonsepsualiasikan dan menentukan peranan modal manusia terhadap kinerja organisasi. Konsep ini diperkenalkan oleh Gallup pada 2004 secara empirical dengan responden lebih dari 2500 bisnis, pusat kesehatan serta unit pendidikan.
Here are the review of the concept of Employee Branding & Employee engagement (based on the research from Gallup Consulting)


Employment Branding
Attracting and retaining the right employees can make a significant impact on your organization's financial performance.
Optimized organizations hire and develop engaged, talented employees -- a process that starts at the beginning of the recruitment process. Employers are fighting a war for talent that continually challenges them to rethink recruitment tactics. To be competitive in today's market and prepare for future growth, organizations must sell themselves while attracting the right candidates.
Job applicants and employees alike want to know: What are the benefits of committing to your organization? Your employment brand must connect both rationally and emotionally with candidates and current employees.
An employment brand is the way your organization's prospective applicants, candidates, and employees perceive you as an employer. Those with a strong employment brand benefit from a number of advantages:
·         a higher quality candidate pool
·         more candidates who match the role requirements, meet or exceed the expectations of the hiring manager, and relate to the organization's culture
·         increased attraction and closing of passive candidates
·         a decreased application-to-hire ratio
·         a lower rate of offer rejection
·         decreased time-to-fill and cost-per-hire ratios
·         lower turnover
·         a greater number of employee referrals
·         a greater likelihood for employees to be brand ambassadors for your company
·         higher levels of employee engagement
continued....

define it = ambition

the travelling RED BAG define a potential in ME as in a word ‘ambition’..hopefully it turns to be a good ambitions that lead to dreams and success, even it means to take a risk…….
Just like this editorial about the dreams (which eventually happens) of making the tallest building in the world….

The Peak of Something
Published: January 5, 2010
On Monday, Dubai celebrated the completion of what is now, and is likely to remain for some time, the tallest building on the planet and its last-second name change. What was supposed to be called Burj Dubai (burj means tower in Arabic) rises to 2,717 feet above a series of rounded, bronzed setbacks. It took five years to complete and cost $1.5 billion. At the opening, it was renamed Burj Khalifa, in honor of Sheik Khalifa bin Zayed al-Nahyan, the president of Abu Dhabi, which gave Dubai a $10 billion loan a few weeks ago to help head off the country’s financial collapse.
The building sets many other records: highest swimming pool, highest mosque, tallest service elevator, highest outdoor observation deck, highest vertical concrete pumping during construction, first Armani hotel. From the top you can see 60 miles away — and back to 2004 when construction started in the midst of a real estate frenzy.
It is hard, despite the glitter and fireworks, not to see Burj Khalifa as a monument to Dubai’s burst real estate bubble and a caution against much of the world’s overreach during the last few years. Its developer says that the building is 90 percent sold. That would make it the exception in Dubai where real estate prices have dropped by as much as 50 percent from their height.
We are all for vaulting ambition and reaching for the heights. But Burj Khalifa is also a reminder that what the world needs right now is sensibly lowered expectations and a far more solid economic foundation on which to build going forward.

From The New York Times – Editorial  

Long live the travelling RED BAG!!!

what defines the travelling RED BAG and ME??

like i've told you all,,that the travelling RED BAG is my partner,,it knows my journey,,like a diary that i wrote in it and hold on it for no one is allowed to see..it's a place where i kept my stories..it knows me more than any other..it stays silence, for it never spoke without my permission..gave my trust on it,,gave my mind and heart for it to keep..dreams,,hope,,expressions,,what lies beneath..
so now,,the travelling RED BAG is opened...
to share you how i looked like...to know me much better without knowing me..

so,,how do i looked like??
and the travelling RED BAG would answer....

and she who lies in the undpredictible world and loved to seek for answer to her own curiosity of the future..made a remarkable plan of dreams to follow,,for it motivated her to succeed..mostly got her positive mind at places she touched....believing in true friendship and in the integration of people in a living enthusiasm spirit,,which lies under her silence face...
indeed this is a way how the travelling RED BAG describe in its own way...
for those the closest would the better in me in the best way,,indeed...

Long live the travelling RED BAG!!

The Story of the inspirational Coco Channel

Coco Channel…heard of this name??for some people,,maybe not..sounds unfamiliar..but when you spell out “channel”,, then people would recognize…one of the famous fashion line from Paris..known for its unique and marvelous design for many years…

Well,,I’m not a big fan of this brand,,or even using/buying any of the product from the boutique..too expensive…believe me,,the travelling RED BAG couldn’t afford buying it…

All I care,,is that I’m interested at the inspirational story of the founder of Channel Fashion Line, coco channel..the story gave RED BAG a learning experiencing about believing, dreaming, strong courage, breaktrough,bravery and risk-taker..all it is comes from a strong woman called Coco Channel.

Here are her story…(translated in Indonesian )

Bila mendengar kata 'Coco Chanel' yang langsung terlintas datam benak kita adalah desain yang simpel dan berkelas. Pengaruh Coco dalam industri fashion masih sangat terasa hingga saat ini. Garis rancangan busana modern dan parfum No. 5 by Chanel merupakan sebagian 'warisanrya' bagi wanita dunia.

Lahir pada tanggal 19Agustus 1883 di Saumur, Prancis Selatan. Gabrielle Chanel me- ngawali kariernya se- bagai desainer topi di tahun 1908, pertama di Paris dan kemudian di Deauville. Di tahun 1913 Coco membuka toko busananya yang pertama. Coco Chanel adalah cou¬ turier yang me- ngukuhkan eksistensi wanita di seluruh dunia. Coco mende- sain busana minimalis sesuai dengan gaya busana yang ingin dikenakannya. la menjadi pelopor gaya busana modern dengan desain androgynous dan praktis untuk wanita, berbeda dengan gaya busana belle epoque pada masa itu. Dengan cepat Coco mendapat nama 'grande mademoiselle' of fashion karena rancangan- nya. Selain garis rancangan-nya, ia berani menggunakan bahan yang sebelumnya tidak pernah digunakan. Misalnya menggunakan wool jersey— awalnya hanya digunakan untuk bahan pakaian dalam— sebagai bahan busana luar.

Ia yang mempelopori design baju yang elegan dan modern disaat pada zamannya model gaun yang besar dan ribet sedang menjamur. Ia juga menjadi pelopor wanita untuk menggunakan celana, yang tidak ia sengaja ciptakan saat berkuda dengan menggunakan rok panjang dan kemudian muncul pemikiran untuk menggunakan celana saat ia melihat joki laki – laki. Saat menggunakan busana yang beda saat itu, ia dicemooh dan dipandang sebelah mata oleh orang lain, terutama oleh kaum pria. Namun ia tetap pada pendiriannya. Ia memiliki kepercayaan diri bahwa wanita juga bisa setara dengan pria. Bahwa wanita berbusana baik tidak hanya untuk membuat senang pris, tapi untuk menunjukkan jati diri kita sebagai wanita.

Inovasi – inovasi dan pemikiran Coco Channel itulah yang membuat dirinya menjadi inspirator bagi wanita dan juga dunia fashion.

Coco Channel Quotes:

"Innovation! One cannot be forever innovating. I want to create classics.”

“Fashion has become a joke. The designers have forgotten that there are women inside the dresses. Most women dress for men and want to be admired. But they must also be able to move, to get into a car without bursting their seams! Clothes must have a natural shape."

By: the travelling RED BAG

Long live the travelling RED BAG!!!

Pengikut

Click to view my Personality Profile page

Cari Blog Ini